HADIS TENTANG BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keberadaan
orang tua bagi seorang anak ibarat sebuah pohon dan buahnya. Tidak akan ada
buah tanpa pohon, dan kuranglah bermanfaat sebuah pohon tanpa buah yang baik.
Oleh karena itu, hubungan antar orang tua dan anak mestilah menjadi hubungan
yang harmonis dan saling melingkapi. Bagi orang tua, menyayangi dan mengasihi
anak tidak terbatas ruang dan waktu. Mereka tidak pernah lelah dan lalai dalam
memberikan kasih sayang dan perhatiannya kepada anak-anaknya. Mengerjakan apa
yang menjadi kebutuhan anak-anaknya mulai bangun tidur hingga tidur kembali.
Dilain
sisi, tidak sedikit anak yang tidak memperhatikan dan tidak peduli kepada orang
tuanya. Ketika usia masih kecil hingga remaja, mereka kadang enggan menuruti
nasihat dan perintah orang tuanya. Demikian pula, ketika mereka sudah dewasa
dan sukses dalam karir, tak jarang orang tuanya terabaikan tanpa kasih sayang
seperti kasih sayang yang didapatnya dari orang tua ketika kecil hingga besar.
Bahkan, tidak sedikit orang anak memperlakukan orang tuanya jauh dari sikap
hormat, kasih dan sayang.
Perilaku
anak yang tidak baik terhadap orang tuanya merupakan perbuatan yang sangat
tercela. Mereka mungkin menjadi korban tayangan yang tidak baik yang mereka
tonton atau mungkin pemahaman agama yang dangkal sehingga mereka luput dari
perilaku terpuji. Apapun alasannya, mulai saat ini dan mulai dari diri kita
sendiri , mari kita hormati, sayangi, dan patuhi perintah kedua orang tua selam
perintah itu tidak bertentangan dengan syari’at islam.
Melalui
makalah ini penulis mencoba memaparkan sedikit tentang hadis tentang berbakti
kepada orang tua dan cara berbakti kepada orang tua.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
penjelasan hadis tentang berbakti kepada orang tua ?
2. Bagaimana
bentuk-bentuk dari birrul walidain ?
PEMBAHASAN
A. Hadis
tentang berbakti kepada orang tua
1. Bunyi
hadis
عَنْ اَبِي هُرَيرَةَ رضي الله عنه
قال جَاءَ رَجُلٌ الى رسولِ الله صلى الله عليه وسلم فقال يَا رسولَ الله مَنْ
اَحَقًّ النّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قال: اُمُّك قال: ثُمَّ مَنْ؟ قال: ثُمَّ
اُمُّك قال: ثم من؟ قال :ثم امُّك قال: ثم من؟ قال : ثم اَبُوْكَ (اخرجه البخاري)
Artinya:
dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: “ Suatu saat ada seorang laki-laki datang
kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya: “ Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak
aku pergauli dengan baik?” Rasulullah menjawab : “ Ibumu!”, lalu siapa?
Rasulullah menjawab: “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “Ibumu!”.
Sekali lagi orang itu bertanya: kemudian siapa? Rasulullah menjawab: “
Bapakmu!”(H.R.Bukhari).[1]
2.
Biografi perawi
Para ulama
berselisih dalam menetapkan namnya. Ahli silisilah menyebutkan dengan nama
‘Uwaimir ibnu ‘amir. Ibnu ishaq menerangkan nama jahiliyyahnya adalah ‘Abdusy
syam bin syakhar. Nabi Muhammad lebih senang memanggilnya dengan nama ‘Abdur
Rahman. Beliau dilahirkan pada tahun 19 sebelum hijriyah, sedang meninggalnya
di Al-‘Aqiq medinah pada tahun 59 hijriyyah pada usia 78 tahun.
Beliau
dikuniyahi dengan Abu Hurairah karena pada suatu ketika bercakap-cakap dengan
Rasulullah SAW. Kucing yang sedang dibawanya mendadak meloncat, sehingga dengan
spontan nabi mengkunyahkannya dengan Abu Hurairah (pak kucing), karena sikapnya
yang sangat menyayangi kucing peliharaannya. Beliau masuk agama Islam disaat
perang Khaibar berkecamuk dan pada kesempatan ini beliau bersama-sama
Rasulullah maju dimedan pertempuaran Khaibar. Untuk selanjutnya beliau tidak
pernah absen mengikuti Rasulullah SAW. Diaman saja beliau berada, dengan
harapan akan memperoleh ilmu sebanyak-banyaknya dari rasulullah. Harapan ini kiranya tidaklah sia-sia baginya, tenyata
beliau banyak menguasai hadis dan sanggup mengeluarkan hadis-hadis yang tidak
sanggup dikeluarkan oleh orang-orang Muhajirin maupun orang Anshar. Tidak
sedikit para sahabat dan tabi’in yang berguru hadis kepadanya.
loading...
Jumlah hads yang
beliau riwayatkan sebanyak 5374 hadis. Dari jumlah sekian itu yang disepakati
oleh Bukhory Muslim sebanyak 325, yang diriwayatkan oleh Bukhory sendiri
berjumlah 93 hadis, sedangkan yang diriwayatkan oleh Muslim sejumlah 189 hadis.[2]
loading...
3. Penjelasan
hadis
Menurut bahasa
perkataan birr berarti kebagusan atau
keutamaan. Sedangkan enurut istilah
syara’ birr berarti amal sholeh yang bersih dari noda-noda. Arti yang
terkandung dalam dalam kalimat birr mencakup seluruh macam-macam bentuk
kebajikan, baik kebijakan yang diusahakan oleh anggota lahiriyyah maupun
kebajikan yang diusahakan oleh perbuatan bathiniyyah.
Budi pekerti
yang luhur adalah termasuk birr dan sebaliknya kehendak hati yang tercela itu
termasuk suatu kedurhakaan sabagaimana yang disabdakan rasulullah “ yang
dimaksud birr itu ialah budi pekerti yang baik dan yang disebut durhaka itu ialah kehendak didalam
hatimu yang tidak kau senangi sekiranya dilihat oleh manusia.
Adapun berbuat
birr kepada orang tua tidak lain ialah berbuat baik kepadanya. Misalnya berlaku
sopan santun, baik didalam pembicaraan maupun didalam bertingkah laku, menuruti
segala perintahnyayang benar, mencukupi segala kebutuhan yang dihajatakan
menurut batas kemampuan yanga ada dan mendoakan kepadanya.
Al Hafizh Ibnu
Hajar menjelaskan bahwa berbuat birr kepada kedua orang tua itu ialah
melimpahkan beberapa kebajikan yang wajib maupuan yang sunnat yang diridhoi
olehnya dengan melaksanakan segala perbuatan yang tiada berdosa.[3]
4. Hukum
birrul walidaini
Mengenai hukum
melakukan birrul walidain, para ulam telah sepakat bahwa berbuat taat dan
berbakti kepada kedua orang tua itu hukumnya adalah wajib. Mengenai tentang
siapakah yang harus didahulukan diantara kedua orang tua, sebagian ulama tidak
mengadakan perbedaan satu sama lain untuk didahulukan dan diakhirkannya.
Menurut lahiriyyah hadis Abu Hurairah diatas, ibulah
yang lebih berhak dan lebih utama ditaati, disayangi, dikasihi dan dilayani
dari pada sang bapak. Pendapat ini disandarkan pada hadis nabi yang mengulangi
sebutan ibu sampai tiga kali. Ibu diutamkan dari pada ayah mengingat jerih
payah ibu sejak dari mengandung, melahirkan, menetekinya, memelihara dan
mendidik anak sampai anak menjadi dewasa.
Sedangkan
menurut ibnu ‘uyainah bahwa seoarang yang telah dapat menunaikan kewajiban lima
kali sembahyang sehari semalam denagn sempurna, ia benar telah bersyukur kepada
Allah dan jika mendoakan kepada kedua orang tuanya pada tiap-tiap kali habis
sembahyang wajib berarti ia telah bersyukur kepada kedua orang tuanya.
Selain
itu, berlainan agama bukanlah merupakan penghalang atas kewajiban seseoarang
untuk berbuat baik terhadap orang tua. Hal ini pernah terjadi pada diriAsma’
binti Abu Bakar pada zaman rasulullah . Katanya (asma’) :
“Ibuku,
seorang musyrik, disaat Rasulullah mengadakan sulh hudaibiyyah dengan orang
musyrikin, mengunjungi aku. Kemudian akiu memminta fatwa kepada Rasulullah.
Aturku:ibuku ini adalah orang yang kurang senang terhadap agma islam, apakah
akau dapat mnemuinya? “ benar” sahut rasulullah,” temuilah ibumu”.( muttafaqun
‘alaihi).
B. Bentuk-Bentuk Birrul Walidain
Agama islam
memberi batas-batas sampai dimana perintah orang tua itu harus dituruti dan
sampai dimana batas wewenang seorang
anak tidak dipandang durhaka terhadap orang tua sekiranya ia membakang perintah
orang tuanya. Pada prinsipnya segala perintah kedua orang tua hendaklah ditaati
oleh anak, kecuali kalau peerintah tersebut dengan cara langsung maupun tidak
langsung menyebabkan syirik kepada Allah. Demikian juga setiap larangan kedua
orang tua harus ditinggalkan kecuali kalau larangan tersebut bertentangan
dengan ketentuan syariat yang justru harus dilaksankan, misalnya larangan orang
tua terhadap anaknya yang berhasrat belajar ilmua agama, menjalankan ibadat
shalat dan puasa atau tidak memberikan dorongan dan sugesti terhadap hasrat
anak dalam melaksankan hal-hal tersebut.
Pembakangan
anak terdapat perintah atau larangan orang tua terhadap hal-hal tersebut ditas
dan yang semisalnya tidak menjadi sebab bahwa anak itu dipandang durhaka terhadap orang tua. Namun demikian,
jika terjadi kejadian semacam itu, sopan santun dan etik pergaulan antara anak
dan orang tua harus dipelihara baik-baik agar tidak memimbulkan ketegangan
antar anak dengan orang tua. Tuhan selalu memberikan peringatan kepada ummatnya
agar anak berbuat baik kepada orang tuanya.[4]
Adapun bentuk-bentuk Birrul Walidain
di antaranya:
a. Taat dan patuh terhadap perintah
kedua orang tua, taat dan patuh orang tua dalam nasihat, dan perintahnya selama
tidak menyuruh berbuat maksiat atau berbuat musyrik, bila kita disuruhnya
berbuat maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara yang halus dan kita tetap
menjalin hubungan dengan baik.
b. Senantiasa berbuat baik terhadap
kedua orang tua, bersikap hormat, sopan santun, baik dalam tingkah laku maupun
bertutur kata, memuliakan keduanya, terlebih di usia senja.[5]
c. Mengikuti keinginan dan saran
orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah pendidikan, pekerjaan,
jodoh, maupun masalah lainnya. Selama keinginan dan saran-saran itu sesuai
dengan ajaran Islam.
d. Membantu Ibu Bapak secara
fisik dan materil. Misalnya, sebelum berkeluarga dan mampu berdiri sendiri
anak-anak membantu orang tua terutama ibu. Dan mengerjakan pekerjaan rumah.
e. Mendoakan Ibu Bapak semoga
diberi oleh Allah kemampuan, rahmat dan kesejahteraan hidup di dunia dan
akhirta.
f. Menjaga kehormatan dan nama
baik mereka.
g. Menjaga, merawat ketika
mereka sakit, tua dan pikun.
h. Berbakti ketika mereka sudah
meninggal. Adapun berbakti kepada orang tua setelah orang tua meninggal , maka cara-cara
berbakti kepada orang tua yang telah meninggal antara lain :
1.
Melangsungkan hubungan kasih sayang terhadap
orang-orang yang pernah diikat hubungan kasih sayang oleh orang tuanya. Dalam
hal ini Nabi Muhammad SAW bersabda :
“ Termasuk dari bakti yang utama ,
ialah silaturahminya seseorang kepada ahli kerabatnya yang dicintai ayahnya, setelah orang tuanya
meninggal” (HR.Muslim)
2.
Mendoakan, memintakan ampun, melaksanakan janjinya,
melangsungkan anjangsih dan memuliakan teman-temannya.[6]
3.
Mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya.
4.
Melunasi semua hutang-hutangnya.
5.
Melaksanakan wasiatnnya.[7]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa berbuat birr kepada orang tua tidak lain ialah
berbuat baik kepadanya. Misalnya berlaku sopan santun, baik didalam pembicaraan
maupun didalam bertingkah laku, menuruti segala perintahnyayang benar,
mencukupi segala kebutuhan yang dihajatakan menurut batas kemampuan yanga ada
dan mendoakan kepadanya.
Adapun bentuk-bentuk Birrul Walidain
di antaranya: Taat dan patuh terhadap perintah kedua orang tua, Senantiasa
berbuat baik terhadap kedua orang tua, Mengikuti keinginan dan saran orang tua,
Berbakti ketika mereka sudah meninggal. Adapun berbakti kepada orang tua setelah orang tua meninggal , maka cara-cara
berbakti kepada orang tua yang telah meninggal antara lain : Melangsungkan
hubungan kasih sayang terhadap orang-orang yang pernah diikat hubungan kasih
sayang oleh orang tuanya, mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya, dan lain
sebagainya.
DAFTAR
PUSTAKA
Nawawi,
Imam, Terjemah Riyadhus Shalihin juz I, Jakarta: Pustaka Amani,cet IV,
1999
Suparta,
Munzier, Ilmu Hadis , Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2002
Fatchurrahman,
Al-Haditsun Nabawy, Kudus:
Menara, tt
Sya’roni, Mahmud,
Cermin Kehidupan Rosul, Semarang: Aneka Ilmu, cet I, 2006
Ilyas,
Yunahar, Kuliah Akhklak, (Yogyakarta, LPPI, cet IX, 2007
[1] Imam nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin juz I,
(Jakarta: Pustaka Amani,cet IV,1999), hlm.327.
[2]
Munzier suparta, Ilmu Hadis , ( jakarta: PT raja Grafindo
Persada, 2002), hlm. 210-211
[3]
Drs. Fatchurrahman, Al-Haditsun
Nabawy, ( Kudus: Menara, tt), hlm. 159-160
[5]
Mahmud Sya’roni, Cermin Kehidupan
Rosul, (Semarang: Aneka Ilm, cet I, 2006), hlm.378.
[7]
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhklak,
(Yogyakarta, LPPI, cet IX, 2007),hlm.152
1 Comments:
Wah, luar biasa sekali penjelasannya ya Jasa Pembuatan Website Toko Online serta layanan Jasa Pembuatan Website Penjualan Online dan
Jasa Pembuatan Online Shop
Grosir Jilbab Murah - Jilbab Segi Empat Terbaru dan Jilbab Instan Terbaru serta Jasa Pembuatan Website Murah serta Buat Toko Online Murah
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home